Hames Michael Turnip

Hames Michael Turnip

Sabtu, 13 Agustus 2011

Ketika Gereja pun Perlu Dijungkirbalikkan


Ketika Gereja pun Perlu Dijungkirbalikkan
Pdt.Bigman Sirait

USAI menghadiri pesta nikah di Kana, Yesus pergi ke Kapernaum. Dari sana Dia
berangkat lagi ke Yerusalem. Yesus pergi keYerusalem karena ada perayaan Paskah
(Yohanes 2: 12-25). Perayaan ini sangat penting bagi Israel, mengenang keluarnya
mereka dari Mesir menuju Tanah Perjanjian. Pada perayaan Paskah orang Israel
mempersembahkan korban khusus, korban bakaran untuk memuliakan Tuhan. Itu
sebabnya pada even-even seperti itu halaman Bait Allah penuh dengan pedagang domba,
merpati, dan sebagainya, bahkan penukar uang.
Mengapa mereka ada di situ, dan mengapa Yesus marah kepada mereka? Mari
kita lihat bagaimana terjadi praktek-praktek mengerikan di halaman Bait Allah. Yang
pertama, kenapa ada pedagang hewan? Karena umat sangat butuh itu untuk
persembahan. Tetapi kenapa Yesus marah? Bukankah keberadaan mereka mempermudah
umat? Memang dalam satu segi hal itu mempermudah, tetapi Yesus marah, karena
pertama, mereka menghabiskan halaman bait, yang mestinya jadi tempat orang, malah
menjadi tempat domba-domba.
Tetapi yang kedua, ada praktek jual-beli yang tidak baik. Setiap hewan yang
dijual di halaman Bait Allah sudah dijamin “lulus” untuk dipersembahkan. Namun Yesus
marah karena hewan yang dijual di halaman Bait Allah harganya lebih mahal. Hewan
yang dibeli dari pasar belum tentu “lulus” oleh para imam untuk dipersembahkan.
Sehingga tanpa sadar umat pun digiring dan dipaksa untuk membeli hewan di halaman
Bait Allah. Artinya, praktek bisnis gelap di dalam bait Allah sudah ada waktu itu, sebab
bukan tidak mungkin ada kolusi antara pedagang dan para imam. Pedagang di halaman
Bait Allah itu sudah dikenali para imam.
Orang-orang Kristen sering tampak bodoh jika menyangkut hal-hal yang rohani.
Dalam kaitan dengan hewan-hewan di halaman Bait Allah, orang-orang kaya pun tidak
ada masalah untuk membeli, meski mahal. Jadi yang paling diuntungkan dalam hal ini
adalah orang-orang kaya, yang tidak mau repot-repot secara rohani. Dia mau gampang
saja dalam beribadah. Dia tidak lagi mau memperhatikan ada yang salah dan perlu
dikoreksi. Padahal orang kaya sebetulnya punya potensi untuk mengoreksi kesalahan
gereja, atau praktek para imam pada waktu itu, mengingat orang kaya pasti punya
pengaruh. Tetapi justru mereka malah terlibat kolusi dengan para imam.
Kenapa banyak penukar uang di sana? Karena banyak Yahudi diaspora. Waktu
perayaan Paskah mereka datang dari berbagai penjuru dunia untuk berkumpul di Bait
Allah. Uang dari berbagai negeri pun dipertukarkan di sana, namun kursnya
dipermainkan karena tingginya kebutuhan.
Bisnis gereja
Bisnis yang tidak akan pernah bangkrut adalah “bisnis” gereja, karena selalu
dibutuhkan. Setiap hari orang bikin dosa, jadi butuh penyucian. Punya banyak uang,
orang bikin dosa. Tidak ada uang pun orang bikin dosa. Jadi gereja itu, “bisnis”nya bagus
sekali, marketnya makin luas. Makin banyak orang berdosa, makin banyak yang
memerlukan pengampunan. Tapi di sinilah gereja bisa menjadi kolong kejahatan yang
sangat mengerikan, sehingga perlu disucikan oleh Yesus yang suci. Gereja perlu
dikoreksi dan dijungkirbalikkan.
Dalam topik ini diperlihatkan bahwa Yesus pun sebenarnya bisa bertindak radikal
dan sangat tidak terbayangkan. IA yang suka mengelus-elus rambut anak kecil, yang
peduli pada janda miskin, ternyata juga adalah Kristus yang menjungkirbalikkan semua.
Dalam hal ini gereja salah, sebab umat hanya dibodoh-bodohi untuk memandang
Yesus dari hanya satu segi, yaitu Yesus yang baik, penuh cinta kasih. Umat tidak pernah
diperhadapkan kepada Yesus yang bisa keras. Yesus akan murka ketika orang
mempermainkan kesucian. Maka jangan main-main. Siapa yang percaya pada DIA,
masuk sorga, yang tidak percaya masuk neraka. Janganlah memandang Yesus dari sisi
baiknya saja, yang pasti mau memberi apa yang kita mau. Tapi pernahkah kita berpikir
bahwa kita harus memenuhi apa yang Dia kehendaki?
Selama ini posisi kita hanya meminta, dan Yesus harus mengabulkan. Ini
kejahatan. Padahal, Yesus sudah memberikan nyawa-Nya. Mestinya sekarang giliran kita
untuk melakukan apa yang Yesus mau: memberi makan orang miskin, memberi pakaian
buat yang telanjang, dan memberitakan Injil. Itu yang Dia lakukan, dan menuntut kita
untuk melakukan itu pula. Gereja baru gereja jika sudah melakukan seluruh panggilan
yang digugat oleh Yesus. Gereja belum bisa disebut gereja bila tidak melakukan itu.
Memang sulit, tetapi panggilan itu harus kita jawab, dan kita tidak bisa lari dari sana.
Kekacauan terjadi di halaman Bait Allah karena ada manipulasi. Dan inilah yang mau
dikoreksi Yesus.
Ketika Yesus tiba di sana, IA marah dan mencambuk dagangan-dagangan dengan
tali yang dilambangkan sebagai cemeti. Tali itu juga melambangkan penghakiman, di
mana Ia sangat marah dan muncul sebagai hakim yang berkata, “Kalian adalah orang
yang sangat berdosa, karena merusak rumah Bapa-Ku”. Yesus bertindak spektakuler
untuk menunjukkan bahwa Dia punya wibawa, karena kesucian. Dia punya wibawa
bukan karena punya uang. Dia punya wibawa bukan karena melakukan banyak mukjizat.
Sekarang banyak orang kehilangan wibawa karena tidak lagi sungguh-sungguh
melakukan kehendak Allah. Untuk itulah kita harus belajar supaya hidup kita terus
diubah oleh kasih dan kuasa Roh Kudus, sehingga Dia tidak perlu menjungkirbalikkan
kehidupan kita.
Suci adalah melakukan apa yang Tuhan mau. Jangan terganggu atau terpengaruh
orang lain. Jika yakin dan percaya itu kehendak Tuhan, lakukan, tanpa mau terganggu
orang lain. Kita harus berani dan punya satu sikap. Dan itulah orang Kristen. Gereja
berproses dari kumpulan orang yang cinta dan mau melayani Tuhan. Di situlah makin
terbukti bahwa gereja itu adalah gereja, karena terjadi interaksi yang saling mengampuni,
saling mengerti, membuat kita menjadi satu gereja yang utuh.

Jumat, 12 Agustus 2011

Orang yang Tidak Bekerja, Jangan Makan!


Orang yang Tidak Bekerja, Jangan Makan!
Pdt.Bigman Sirait
PEKERJAAN di dalam kekristenan merupakan bagian yang “menempel” pada diri manusia
karena memang manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk pekerja. Manusia sebagai
makhluk pekerja harus bekerja. Ada orang yang sejak lahir sudah mengalami cacat dan lain
hal sehingga tidak bisa bekerja, tentu ini sebuah pengecualian. Jadi tidak ada alasan untuk
tidak bekerja. Karena itu setiap orang jangan menghina dirinya dengan tidak bekerja,
melainkan menghargai diri dengan membekali diri untuk bisa bekerja.
Kita harus melakukan pekerjaan sungguh-sungguh. Kita tidak boleh tidak bekerja
dengan berbagai alasan yang tidak pas. Rasul Paulus dalam II Tessalonika 3: 10-12, antara
lain berkata, “Kalau tidak bekerja, jangan makan!” Ini teguran yang sangat telak terhadap
orang-orang di Tessalonika karena mereka diwarnai konsep kekacauan soal kedatangan
Yesus, sampai ada beberapa orang dengan kemalasannya, tidak mau bekerja. Paulus
menegur mereka dengan keras, “Kalau tidak mau bekerja, jangan makan!” Karena itu
pekerja Kristen harus menjadi pekerja yang bertanggung jawab penuh. “Orang yang bekerja
berhak untuk makan, yang tidak bekerja jangan makan!” Kalimat ini juga perlu diperhatikan
serius oleh kita yang hidup di jaman ini.
Pertarungan di dalam dunia kerja begitu luar biasa. Orang begitu gesit menggunakan
waktunya. Bahkan dengan dalih lembur kadang kala orang bekerja lebih 12 jam setiap hari.
Untuk meningkatkan harta, orang tidak lagi mengenal hari Minggu sebagai hari libur. Tapi
bukan model kerja seperti itu yang dimaksud Tuhan. Kita tidak perlu menjadi workholic,
menganggap pekerjaan adalah segalanya, bahkan menjadikan pekerjaan itu tuhan (berhala).
Tuhan tidak mau kita seperti itu, dan bukan itu yang dimaksud Alkitab. Kita juga tidak bisa
berdalih karena Tuhan Yesus mau datang maka tidak bekerja. Justru Tuhan Yesus mau
datang kita harus bekerja baik-baik.
Kesalahan orang Kristen, karena membuat split antara pekerjaan dan pelayanan.
Martin Luther berkata, “Ketika engkau bekerja engkau sedang berdoa”. Nah orang membuat
split, memisahkan pekerjaan dengan pelayanan, sehingga kadang-kadang pelayanan diberi
konotasi sebagai sesuatu yang suci, sakral, lalu kerja itu sekuler. Pemisahan ini kurang bisa
dipertanggungjawabkan, karena sebenarnya seluruh aktivitas kita kan untuk Tuhan. Oleh
karena itu kita tidak boleh memilah-milah, memisahkan hal itu, sehingga nanti dengan dalih
rohani justru tidak bekerja. Nah justru yang tidak kerja itu yang tidak rohani.
Kalau hanya pendeta yang disebut pekerja rohani, dan yang lain sekuler, berarti
sorga kosong melompong, karena hanya pendeta yang masuk sorga. Semua orang
bertanggung jawab pada prinsip yang sama, tugas yang sama. Kita mengemban tugas untuk
bersaksi tentang Tuhan dalam bidang yang berbeda. Karena itu, bekerjalah dengan penuh
tanggung jawab.
Iman tanpa perbuatan
Berdoa adalah sesuatu yang sangat rohani dalam pengertian sesuatu yang harus kita
kerjakan. Berdoa itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hidup kita. Tetapi ketika kita
tidak bekerja dengan dalih berdoa, muncul tanda tanya, “Waktu berdoa kita bertemu dengan
siapa?” Kalau ketemu Tuhan pasti digerakkan untuk bertanggung jawab di tengah dunia ini.
Kalau ketemu Tuhan pasti digerakkan untuk terjun menolong orang. Yakobus pernah
mengkritik orang-orang Kristen yang dengan pongah berkata, “Aku punya iman”. Yakobus
langsung balik bertanya, “Kalau kau punya iman mana perbuatanmu?”
Kita jangan terjebak pada perangkap yang salah sampai tidak lagi bisa menikmati
keutuhan kekristenan. Ada jutaan mata mengamati kehidupan orang Kristen, di dalam
tanggung jawab kerjanya. Kalau kita menyebut diri seorang Kristen yang baik, maka kita
harus menyelesaikan dengan baik pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita. Jangan lari
dari tanggung jawab itu. Kalau sudah begini bagaimana kita mau memuliakan Tuhan?
Kalau target kerja kita saja tidak selesai, yang bisa diukur secara kuantitatif dan
langsung kelihatan, bagaimana secara kualitatif? Pertanggungjawaban keuangan misalnya,
kalau kita betul-betul seorang Kristen mestinya akurat, satu sen pun bisa
dipertanggungjawabkan. Tetapi kalau pertanggungjawaban itu selalu meleset dengan dalih
tidak bisa mengaturnya, tidak menguasainya, kita tidak bisa membuatnya secara tepat,
bagaimana kita mengaku sebagai pekerja Kristen? Sementara di luar sana ada orang yang
bukan Kristen selalu tepat. Orang-orang pun bingung, mana Kristen mana yang bukan?
Maka adalah sangat memalukan jika kita yang Kristen bekerja dengan cara yang tidak
Kristen, sementara orang yang bukan Kristen itu bekerja dengan cara Kristen.
Jika orang-orang Kristen punya responsibility, tanggung jawab, maka saya percaya
dunia kerja akan mencari pekerja-pekerja kristiani. Tetapi maafkan bila saya mengucapkan
satu kalimat yang mungkin tidak enak di kuping: banyak sekali pekerja Kristen yang sulit
dipercaya dan diandalkan. Nah ini menjadi pergumulan dan pertarungan. Yesus sendiri
mengkritik dan berkata, “Anak-anak gelap itu lebih cerdik dari anak-anak terang”. Orangorang
dunia lebih cerdik memanfaatkan situasi, membenahi dan mengembangkan
kemampuan dirinya.
Kalau jujur melihat sejarah, pekerja-pekerja Kristen ini sebenarnya luar biasa, bisa
diandalkan, mampu dan kuat bersaing, punya kelas, punya mutu. Eropa harus bersyukur
karena kemajuan mereka itu pengaruh Kristen yang sangat besar sekali. Tetapi sayang,
Eropa lupa akan Tuhan. Amerika maju, itu pengaruh Kristen yang sangat besar. Tetapi
sayang mereka juga mulai lupa Tuhan. Dunia Barat maju dan berkembang karena
kekristenan. Tetapi kemudian mereka menjualnya menodainya menjadikannya isme-isme
kapitalis.
Karena itu, ini menjadi pergumulan bagaimana kita menempatkan posisi sebagai
pekerja Kristen yang bertanggung jawab di dalam berbagai aspek bidang yang kita geluti
dan gumuli, supaya itu semua bisa menjadi puji hormat bagi nama Tuhan.